SULUT.DISWAY.ID - Dimulai dari titik terbesar: menghapus backlog (kekurangan perumahan) 9,9 juta rumah tangga tanpa hunian. Juga merenovasi 26,9 juta rumah tidak layak huni.
Lokasi pembangunan tersebar di perkotaan. Pedesaan. Hingga pesisir. Sehingga dampak pemerataan terasa di seluruh Indonesia
Inisiatif ini bertujuan mengatasi krisis perumahan di Indonesia. Dirancang sebagai solusi strategis untuk menyediakan hunian layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Juga kelompok miskin ekstrem.
Didukung inovasi skema sewa beli, pembebasan BPHTB, kredit bunga rendah, dan sinergi lintas lembaga, program ini mendorong ekonomi dan memperbaiki kualitas hidup rakyat.
Program ini adalah rencana konkret dengan target pembangunan 3 juta unit rumah per tahun. Rinciannya 2 juta unit dialokasikan untuk pedesaan. Sedangkan 1 juta unit untuk perkotaan.
Dengan cakupan yang masif dan terstruktur, program ini diyakini dapat menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi 8 persen. Sebuah target yang telah ditetapkan pemerintah.
Keunggulan dan Dampak Positif 3 Juta Rumah
Program 3 Juta Rumah memiliki berbagai keunggulan yang menjadikannya sebuah terobosan progresif.
Dampak positifnya akan meluas. Menciptakan multiplier effect yang signifikan bagi perekonomian dan kesejahteraan sosial.
- Penciptaan Lapangan Kerja Masif: Pembangunan berskala besar ini akan menjadi mesin pencipta lapangan kerja. Menurut data dari Real Estate Indonesia (REI), pembangunan satu unit rumah dapat menyerap 4-5 tenaga kerja. Dengan target 3 juta rumah per tahun, program ini berpotensi menciptakan 12 hingga 15 juta lapangan pekerjaan baru setiap tahunnya. Mulai dari sektor konstruksi, arsitek, hingga industri bahan bangunan. Ini adalah solusi untuk mengurangi angka pengangguran dan meningkatkan daya beli masyarakat.
- Pendorong Pertumbuhan Ekonomi: Sektor properti merupakan salah satu penggerak utama ekonomi. Karena memiliki keterkaitan dengan 185 industri turunan. Ketika program ini berjalan, permintaan terhadap semen, baja, keramik, kayu, jasa transportasi, dan perbankan akan meningkat tajam. Hal ini akan memutar roda perekonomian dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional secara signifikan. Bahkan berpotensi membantu mencapai target pertumbuhan 7-8 persen.
- Mengatasi Kesenjangan Sosial: Dengan fokus utama pada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan masyarakat miskin, program ini secara langsung akan mengurangi kesenjangan sosial dan ketimpangan kepemilikan hunian. Memiliki rumah yang layak akan meningkatkan kualitas hidup, kesehatan, dan pendidikan keluarga, yang pada akhirnya memutus rantai kemiskinan.
- Inovasi Skema Pembiayaan Inklusif: Pemerintah menyadari bahwa kendala utama bagi MBR adalah akses pembiayaan. Oleh karena itu, Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) sedang mengkaji skema inovatif seperti sewa-beli (rent-to-own). Skema ini dirancang untuk membuka akses kepemilikan rumah bagi pekerja informal atau mereka yang memiliki catatan kredit kurang baik di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK.
Lokasi dan Perkembangan Program
Program 3 Juta Rumah memiliki cakupan yang luas dan merata di seluruh wilayah Indonesia. Target pembangunan 1 juta unit di perkotaan, 1 juta unit di pedesaan, dan 1 juta unit di kawasan pesisir.
Pembangunan ini tidak hanya berfokus pada kota-kota besar, tetapi juga daerah-daerah terpencil, demi mewujudkan pemerataan pembangunan dan mengurangi urbanisasi.
Beberapa lokasi dan proyek percontohan telah menunjukkan kemajuan.
Contoh lokasi yang telah siap dan berjalan:
- Cluster Alexandrite, Bekasi: 270 unit (43 tipe satu lantai, 227 dua lantai) dengan fasilitas clubhouse, kolam renang, lapangan basket/badminton, playground. 90% tipe satu lantai telah berpenghuni, tipe dua sedang dalam proses finishing akhir 2025.
- DKI Jakarta: Program Rusunawa Multi Years 2025-2026, 32.378 unit hunian layak tersebar di proyek Yos Sudarso, Rorotan IX, Padat Karya, Marunda Cluster C, Komarudin, serta optimalisasi 14.036 unit existing.
- Renovasi Rumah Tidak Layak Huni: Program ini juga mencakup renovasi 2 juta rumah tidak layak huni di pedesaan, penataan kawasan kumuh, dan penguatan rumah susun yang sudah ada.
Anggaran dan Dukungan Lembaga
Untuk merealisasikan program ambisius ini, pemerintah menyiapkan anggaran besar dan dukungan kuat dari berbagai lembaga negara dan swasta.
- Anggaran: Pemerintah telah mengalokasikan anggaran signifikan melalui APBN 2025. Anggaran sebesar Rp 18 triliun dialokasikan dalam bentuk Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dan Penyertaan Modal Negara (PMN) di PT Sarana Multigriya Finansial (SMF). Anggaran ini akan mendukung pembiayaan 220 ribu MBR dengan suku bunga rendah 5% selama 20 tahun.
- Dukungan Lintas Lembaga:
- Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP): Mengkoordinasikan seluruh pelaksanaan program.
- Kementerian Keuangan (Kemenkeu): Mengelola alokasi anggaran dan instrumen pembiayaan.
- Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri): Mendukung dengan Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN) untuk memastikan bantuan tepat sasaran dan memfasilitasi kebijakan pembebasan retribusi bagi MBR.
- Otoritas Jasa Keuangan (OJK): Memberikan dukungan penuh dengan melonggarkan regulasi bagi perbankan, mempermudah penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bagi debitur MBR.
- Bank Indonesia (BI): Mendukung melalui kebijakan moneter yang kondusif.
- Asosiasi Pengembang: REI dan Apersi menjadi mitra strategis pemerintah, memberikan masukan dan ide-ide inovatif seperti skema sewa-beli.
- Sektor Swasta dan BUMN: Perusahaan seperti PT Tatalogam Lestari yang mengembangkan teknologi rumah baja ringan, dan PT PLN (Persero) yang menjamin ketersediaan listrik, turut serta dalam menyukseskan program ini.
Program 3 Juta Rumah adalah cerminan dari komitmen pemerintah untuk mewujudkan keadilan sosial dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan kolaborasi kuat dan strategi yang matang, program ini diharapkan dapat menjadi warisan monumental yang mengubah wajah permukiman di Indonesia menuju arah yang lebih baik dan merata.
Inovasi Skema Pembiayaan
Merespons tantangan pembiayaan yang seringkali menjadi kendala utama, Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) bersama Asosiasi Pengembang Perumahan Apersi mengkaji sebuah skema pembiayaan baru.
Yaitu sewa-beli (rent-to-own atau RTO). Skema ini dirancang untuk membuka akses kepemilikan rumah subsidi bagi masyarakat yang selama ini sulit mendapatkan pembiayaan konvensional. Terutama, pekerja informal atau mereka yang memiliki catatan kredit kurang baik di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK.