Menkeu menyebutkan APBN 2025 telah mengalokasikan Rp 18 triliun dalam bentuk FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) untuk mendukung 220 ribu MBR dengan suku bunga 5 persen selama 20 tahun.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian, turut berperan dengan mengintegrasikan Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN) sebagai basis data penerima manfaat.
Tito mengapresiasi pemerintah daerah (Pemda) yang telah menerbitkan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) untuk membebaskan retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) bagi MBR, sebuah kebijakan yang akan menurunkan harga rumah bersubsidi.
Wakil Menteri PKP, Fahri Hamzah, menambahkan pemerintah juga telah menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) dengan Mendagri dan Menteri Pekerjaan Umum untuk mempercepat perizinan dan menghapus retribusi bagi MBR, sebuah langkah yang sangat krusial untuk melancarkan program ini.
Dukungan Regulator dan Inisiatif Sektor Swasta
Regulator sektor keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), juga memberikan lampu hijau untuk program ini.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menyatakan bahwa OJK telah meminta perbankan untuk mendukung perluasan pembiayaan rumah bagi MBR.
OJK juga memberikan fleksibilitas dalam manajemen risiko kredit, yang mempermudah proses KPR bagi debitur dengan plafon hingga Rp 5 miliar.
Dukungan serupa juga datang dari Wakil Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Lana Soelistianingsih, yang menilai program ini realistis dan strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.
Sektor swasta dan BUMN pun tidak mau ketinggalan. PT Tatalogam Lestari bekerja sama dengan kementerian untuk mengembangkan rumah berbasis teknologi baja ringan yang efisien.
Sementara itu, PT PLN (Persero) berkomitmen memastikan ketersediaan pasokan listrik untuk mendukung pembangunan perumahan di berbagai daerah.
Kolaborasi ini menunjukkan sinergi kuat antara pemerintah, regulator, dan sektor swasta dalam mewujudkan visi hunian layak bagi seluruh rakyat Indonesia.
Harga Rumah Lebih Terjangkau
Menurut Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Pemukiman Rakyat, Fahri Hamzah, lebih dari 50 juta jiwa di Indonesia masih hidup tanpa hunian milik sendiri.
Fakta ini, ditambah dengan adanya 6 juta keluarga yang tinggal di rumah tak layak huni, menjadi pemicu utama diluncurkannya program ini.
Tujuannya jelas: memastikan setiap keluarga Indonesia memiliki tempat tinggal yang layak dan bermartabat.
Untuk memastikan kelancaran program, pemerintah mengambil langkah strategis dengan menggalang sinergi dari berbagai kementerian.
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pekerjaan Umum telah menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB). Ini adalah langkah kunci yang menghapus berbagai hambatan birokrasi dan biaya.
SKB tersebut mengatur tiga kebijakan vital:
- Pembebasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
- Penghapusan retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) untuk MBR.
- Percepatan perizinan PBG dari 28 hari menjadi hanya 10 hari.