Raja Ampat Melawan: Protes Tambang Nikel dan Aksi Diam Menteri ESDM yang Dikecam Publik

Ilustrasi tambang di Raja Ampat-- -greenpeace indonesia--
RAJA AMPAT, DISWAY.ID - Sabtu pagi yang biasanya tenang di Bandara Domine Eduard Osok (DEO), Sorong, berubah menjadi panggung protes yang menggema.
Sekelompok massa adat menghadang Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, sesaat setelah ia menginjakkan kaki di Papua Barat Daya pada 7 Juni 2025. Tujuan mereka jelas: mendesak penghentian tambang nikel di tanah leluhur, Raja Ampat.
Kedatangan Bahlil pada pukul 06.22 WIT langsung disambut bentangan spanduk dan pamflet yang menuding rusaknya ekosistem Raja Ampat akibat eksploitasi tambang.
Tak hanya itu, massa mendesak agar izin konsesi di seluruh pulau segera dicabut. Namun, alih-alih membuka ruang dialog terbuka, Menteri ESDM memilih berlindung di ruang transit bandara—dan pada akhirnya, meninggalkan lokasi melalui pintu belakang sekitar pukul 07.02 WIT.
“Bahlil Lahadalia hari ini menipu rakyat Indonesia dan sembunyi dari massa lewat pintu belakang Bandara DEO Sorong,” seru Uno Klawen, pemuda adat Raja Ampat yang menyuarakan kekecewaannya di lokasi.
Akar amarah masyarakat adat bukan tanpa alasan. Uno menyebut, meski pemerintah hanya menyoroti satu perusahaan tambang, PT Gag Nikel, sejatinya masih ada tiga perusahaan lain yang terus beroperasi: PT Kawei Sejahtera Mining, PT Anugerah Surya Pratama, dan PT Mulya Raymon Perkasa.
“Bahlil hanya sebut PT Gag Nikel yang akan ditutup sementara... Tapi kenyataannya semua masih jalan,” tegas Uno.
Pernyataan resmi dari Bahlil yang menyebut hanya PT Gag Nikel yang aktif, ternyata menimbulkan gelombang reaksi di tingkat nasional.
Salah satunya datang dari mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti. Dalam unggahan di akun X-nya, Susi mempertanyakan kelonggaran yang diberikan pada perusahaan milik negara yang justru menjadi aktor kerusakan laut yang begitu dijaga dunia.
“Terus karena perusahaan milik Negara boleh merusak Laut milik Negara?,” tulisnya tajam, merespons pernyataan Bahlil bahwa PT Gag Nikel—anak usaha PT Antam (Persero)—hanya dihentikan sementara, bukan dicabut total.
Tak berhenti di media sosial,
Susi bahkan langsung menyampaikan seruan terbuka kepada Presiden terpilih, Prabowo Subianto. “Yth. Bapak Presiden @prabowo @Gerindra, mohon dengan sangat, hentikan penambangan di Raja Ampat ini. Salam hormat,” ungkapnya.
Kekhawatiran Susi bukan tanpa dasar. Ia menegaskan bahwa meskipun tambang dilakukan di daratan, limbah dan lalu lintas kapal dari operasional tambang akan tetap berdampak besar pada kelestarian laut Raja Ampat yang selama ini jadi mahkota biodiversitas dunia.
Sementara itu, gelombang perlawanan juga bergema hingga Jakarta. Pada 3 Juni lalu, beberapa aktivis termasuk dari Greenpeace Indonesia dikeluarkan paksa dari acara “Indonesia Critical Minerals” yang digelar di Hotel Pullman.
Mereka membawa isu yang sama: hentikan pengerukan alam demi keuntungan elite. Massa adat di Sorong pun tak tinggal diam. Seruan mereka adalah panggilan dari akar tanah yang terluka.
“Kami sebagai anak adat Raja Ampat meminta agar jangan tutup mata dengan permainan elit pusat, alam kami dirusak dan dirampok atas nama pembangunan oleh negara,” ucap Uno Klawen, mewakili jeritan hutan, laut, dan tanah Papua.
Sumber: