Memahami Alexithymia, Kondisi di Mana Seseorang Tidak Mampu Membaca Perasaan Orang Lain
alexithymia, Image: DALLĀ·E 3--
sulut.disway.id - Dalam interaksi sehari-hari, seringkali kita bertemu dengan orang yang tampak tidak memahami perasaan orang lain. Fenomena ini dikenal dalam psikologi sebagai alexithymia, dan ditandai dengan kesulitan memahami emosi orang lain.
Orang yang mengalami alexithymia mungkin tampak santai atau tersenyum saat orang lain marah, atau tidak menanggapi rasa sedih dan cemas yang ditunjukkan oleh sekitarnya. Keadaan ini bukan sekadar ketidakpedulian, tetapi mencerminkan hambatan dalam mengenali dan menafsirkan ekspresi emosional.
Pengertian alexithymia
alexithymia secara harfiah berarti “tanpa kata untuk emosi”. Kondisi ini membuat seseorang kesulitan mengenali dan mengungkapkan perasaannya sendiri, sekaligus membaca emosi orang lain.
Hambatan ini bisa terlihat dalam berbagai bentuk, seperti tidak memahami perbedaan antara stres fisik dan emosional, atau gagal mengenali tanda-tanda marah, sedih, atau takut pada orang lain. Orang dengan alexithymia tidak selalu tidak peduli; seringkali mereka ingin memahami, tetapi kemampuan mereka terbatas.
alexithymia dapat muncul sejak lahir atau berkembang akibat pengalaman hidup tertentu. Ada alexithymia primer yang bersifat neurologis atau genetik, dan alexithymia sekunder yang muncul karena trauma, stres berkepanjangan, atau gangguan mental lainnya. Terlepas dari jenisnya, ciri yang paling jelas tetap kesulitan memahami emosi orang lain.
Ciri-Ciri Kesulitan Memahami emosi Orang Lain
Orang yang mengalami kesulitan memahami emosi orang lain biasanya menunjukkan beberapa pola perilaku. Mereka sering gagal menangkap sinyal nonverbal seperti ekspresi wajah, nada suara, atau bahasa tubuh.
Respon yang diberikan bisa tampak mekanis atau terlalu literal, dan komunikasi interpersonal sering terasa kaku. Selain itu, mereka mungkin tampak acuh atau tidak peduli, padahal sebenarnya mereka berusaha menafsirkan perasaan orang lain tetapi kapasitasnya terbatas.
Dalam hubungan profesional maupun pribadi, ketidakmampuan ini bisa menimbulkan ketegangan. Rekan atau anggota keluarga bisa merasa diabaikan atau tidak dihargai, dan konflik kecil sering berkembang menjadi masalah yang lebih besar. Pemahaman tentang kondisi ini membantu kita melihat bahwa perilaku tersebut bukan sekadar sikap tidak peduli, melainkan hambatan dalam proses emosional.
Faktor Penyebab dan Dampak
Beberapa studi menunjukkan bahwa kombinasi faktor neurologis dan lingkungan berperan dalam kesulitan memahami emosi orang lain. Struktur otak tertentu, seperti amigdala dan korteks prefrontal, berhubungan erat dengan kemampuan membaca ekspresi dan merespons emosi. Pengalaman masa kecil, termasuk kurangnya interaksi emosional atau trauma, juga dapat meningkatkan risiko alexithymia.
Selain itu, kondisi ini sering muncul bersamaan dengan gangguan psikologis lain, seperti depresi, kecemasan, atau spektrum autisme. Namun alexithymia bisa muncul sendiri, tanpa gangguan lain, menunjukkan bahwa faktor penyebabnya sangat beragam. Dampaknya terlihat pada kualitas hubungan, kemampuan bekerja sama, dan kesejahteraan emosional individu maupun orang-orang di sekitarnya.
Cara Mengelola Kesulitan Memahami emosi Orang Lain
Meskipun menantang, ada beberapa strategi untuk membantu individu mengelola kesulitan memahami emosi orang lain. Terapi kognitif dan perilaku bisa melatih pengenalan dan ekspresi emosi secara bertahap. Terapi interpersonal juga membantu meningkatkan kemampuan membaca sinyal emosional dan membangun komunikasi yang lebih efektif.
Pendekatan sehari-hari juga penting. Menulis jurnal tentang perasaan sendiri, berbicara dengan teman terpercaya, atau latihan mindfulness dapat meningkatkan kesadaran diri dan sensitivitas terhadap emosi orang lain. Lingkungan sosial yang sabar dan mendukung menjadi faktor tambahan yang sangat penting dalam membantu individu belajar menafsirkan ekspresi emosional.
Kesimpulannya, kesulitan memahami emosi orang lain merupakan inti dari alexithymia. Memahami kondisi ini membuka perspektif baru tentang perilaku orang-orang di sekitar kita, dan mendorong empati yang lebih besar.
Dengan intervensi psikologis, latihan kesadaran diri, dan dukungan sosial, kemampuan membaca dan merespons emosi dapat meningkat, memperbaiki hubungan interpersonal dan kualitas hidup secara keseluruhan.
Referensi:
Psychology Today
Healthline
Mayo Clinic
NCBI
WebMD
Sumber: