7 Alasan Orang Enggan Menikah meski Sudah Lama Berpacaran

Senin 26-05-2025,15:00 WIB
Reporter : Makruf
Editor : Makruf

sulut.disway.id - Sudah bertahun-tahun pacaran, tapi saat ditanya kapan menikah, jawabannya selalu "nanti aja" atau "masih pikir-pikir".

Fenomena ini ternyata bukan hal langka. Banyak pasangan yang terlihat harmonis, sudah saling kenal luar-dalam, tapi tak juga melangkah ke pelaminan.

Pertanyaannya, apa sebenarnya alasan orang enggan menikah meski sudah lama berpacaran?

Apakah karena takut kehilangan kebebasan? Trauma masa lalu? Atau jangan-jangan, karena teori yang bilang cinta cuma bertahan 4 tahun?

Yuk, kita bahas berbagai alasan yang mungkin tersembunyi di balik hubungan panjang tanpa komitmen resmi.

1. Teori umur cinta hanya 4 tahun

Salah satu alasan yang sering dibicarakan di kalangan skeptis pernikahan adalah teori dari antropolog Helen Fisher. Ia menyebut bahwa perasaan cinta romantis secara biologis hanya bertahan sekitar 4 tahun. Setelah itu, euforia, obsesi, dan gairah menurun, digantikan oleh rutinitas dan tanggung jawab.

Bagi sebagian orang, teori ini jadi pembenaran. "Ngapain nikah kalau nanti bosan juga?" begitu kira-kira pikir mereka. Padahal, cinta sejati justru diuji dan tumbuh setelah fase itu berlalu melalui komitmen, kepercayaan, dan kerja sama.

2. Takut kehilangan kebebasan

Banyak orang menganggap pernikahan sebagai akhir dari kebebasan. Mulai dari urusan finansial bersama, kompromi dalam keputusan, hingga tanggung jawab rumah tangga yang tidak sedikit.

Setelah lama pacaran dan merasa nyaman, mereka mungkin takut pernikahan akan mengubah segalanya. Apalagi jika selama ini hubungan berjalan fleksibel dan minim tekanan. Bagi sebagian orang, menikah terasa seperti masuk ke ruang sempit yang membatasi gerak.

3. Trauma masa lalu atau keluarga

Tidak sedikit yang tumbuh dengan latar belakang keluarga broken home, menyaksikan perceraian, pertengkaran, atau ketidakbahagiaan orang tua. Tanpa sadar, hal itu membentuk ketakutan terhadap komitmen.

Meski sudah lama pacaran dan merasa cocok, bayangan masa lalu bisa membuat seseorang ragu menikah karena takut mengulang siklus yang sama.

4. Merasa belum siap secara finansial

Pernikahan seringkali diasosiasikan dengan biaya besar, mulai dari pesta, rumah, hingga anak. Ini membuat sebagian pasangan merasa, "Kita belum mapan, nanti saja nikahnya."

Masalahnya, tak ada titik pasti yang benar-benar siap. Kalau alasan finansial tak dibarengi rencana matang, hubungan bisa menggantung terlalu lama tanpa kepastian.

5. Hubungan sudah nyaman tanpa status

Ada juga pasangan yang merasa, “Ngapain buru-buru nikah, kita sudah kayak suami-istri juga.” Ini sering terjadi di hubungan yang sudah berjalan bertahun-tahun.

Mereka nyaman, tak merasa perlu status legal atau sosial untuk melegitimasi hubungan. Namun jika tidak dibicarakan secara terbuka, perbedaan pandangan ini bisa menimbulkan konflik di kemudian hari, terutama saat salah satu mulai menginginkan komitmen.

6. Takut berubah setelah menikah

Ada kekhawatiran bahwa menikah akan mengubah dinamika hubungan. Yang dulunya penuh kejutan dan keceriaan, berubah jadi serius dan penuh tanggung jawab.

Ketakutan ini muncul karena banyak yang melihat pasangan menikah justru jadi berbeda, lebih banyak bertengkar, kehilangan romantisme, atau merasa jenuh. Ini membuat sebagian orang memilih mempertahankan versi “terbaik” dari hubungan mereka dalam bentuk pacaran saja.

7. Perbedaan visi masa depan

Pacaran lama tidak selalu berarti visi masa depan sama. Bisa jadi salah satu ingin anak, yang lain tidak. Atau ada perbedaan agama, nilai hidup, lokasi kerja, hingga gaya hidup.

Jika tak kunjung ada titik temu, maka meskipun perasaan masih ada, pernikahan menjadi sebuah risiko besar yang tidak ingin diambil.

Penutup

Memahami alasan orang enggan menikah meski sudah lama berpacaran adalah langkah penting sebelum menghakimi atau memaksa pasangan untuk segera melangkah ke jenjang lebih serius. Setiap orang punya latar belakang, ketakutan, dan pertimbangannya sendiri.

 

Yang terpenting bukan seberapa lama hubungan itu berlangsung, tapi sejauh mana komunikasi berjalan jujur dan terbuka soal arah hubungan ke depan. Karena pada akhirnya, cinta bukan hanya tentang perasaan yang meledak-ledak, tapi tentang keputusan untuk bertumbuh bersama, meski badai datang silih berganti.

Kategori :